
JAKARTA - Samarinda, kota di tepi Sungai Mahakam, tak hanya dikenal karena keindahan alam dan jembatan ikoniknya, tapi juga menyimpan harta kuliner yang makin mencuri perhatian: ayam cincane. Hidangan khas Kalimantan Timur ini bukan sekadar sajian lokal, melainkan simbol identitas budaya yang mulai dikenal hingga mancanegara. Cita rasa manis, pedas, dan aroma rempah yang kuat membuatnya semakin digemari wisatawan maupun pecinta kuliner.
Rahasia Rasa dan Tradisi Ayam Cincane
Ayam cincane dibuat dari ayam kampung yang dimarinasi dengan rempah khas Kalimantan, seperti lengkuas, jahe, kemiri, dan serai. Proses pembuatannya cukup lama: ayam dibumbui, kemudian dibakar sambil diolesi sambal merah kental yang menjadi ciri khasnya. Teknik ini membuat rasa meresap hingga ke dalam daging dan menghasilkan warna merah menyala yang menggoda selera.
Baca Juga
“Setiap daerah punya masakan khas, dan untuk Samarinda, ayam cincane adalah warisan kuliner yang patut dibanggakan. Kami selalu menyajikannya dalam acara adat, penyambutan tamu kehormatan, hingga pesta pernikahan,” ujar Nani, pemilik Rumah Makan Cincane Asli di Sungai Kunjang, Samarinda. Resep keluarga Nani sudah diwariskan turun-temurun lebih dari 40 tahun, dengan penekanan pada orisinalitas rasa dan bahan lokal. “Tidak bisa pakai ayam potong biasa, harus ayam kampung. Rempah segar juga wajib, kalau tidak rasanya kurang nendang,” tambahnya.
Popularitas ayam cincane makin meningkat setelah sejumlah food vlogger dan influencer kuliner mengeksplorasi hidangan ini. Video ulasan tentang ayam cincane bahkan ditonton jutaan kali di platform YouTube dan TikTok, memberikan dorongan besar bagi pelaku UMKM lokal.
Ayam Cincane sebagai Daya Tarik Wisata dan UMKM
Pemerintah Kota Samarinda mendukung promosi ayam cincane sebagai bagian dari program pariwisata dan ekonomi kreatif. Dalam Festival Mahakam, yang digelar setiap tahun, ayam cincane selalu menjadi menu utama untuk tamu-tamu dari luar daerah maupun mancanegara.
“Kami melihat potensi besar dari ayam cincane, bukan hanya sebagai kuliner lokal, tapi juga sebagai daya tarik wisata. Wisatawan datang ke Samarinda tidak hanya untuk melihat Sungai Mahakam atau jembatan, tapi juga untuk mencicipi ayam cincane,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kota Samarinda, Rudi Santoso.
Tidak hanya disajikan di restoran atau rumah makan khas, ayam cincane kini juga mulai dikemas dalam bentuk beku dan dijual secara daring. Beberapa UMKM bahkan mengekspor produk ini ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Kolaborasi antara pemerintah daerah dan pelaku usaha melalui program inkubasi kuliner memudahkan distribusi dan pengembangan usaha.
Sari, pemilik merek “Cincane Mama Sari”, menjelaskan pengalamannya: “Awalnya saya hanya jual lewat media sosial. Tapi sejak pandemi, permintaan dari luar kota meningkat. Sekarang saya punya mitra di Jakarta dan Balikpapan. Bisa menjual hingga 500 bungkus per bulan.”
Meski demikian, menjaga kualitas dan konsistensi rasa tetap menjadi tantangan. Karena bahan-bahan harus segar dan proses memasak cukup kompleks, para pelaku usaha terus berinovasi tanpa mengorbankan cita rasa asli.
Pelestarian Budaya Melalui Kuliner
Pakar kuliner Indonesia, William Wongso, menyebut ayam cincane sebagai “harta kuliner Kalimantan Timur yang harus dilestarikan.” Ia menekankan pentingnya pusat pelatihan kuliner tradisional agar generasi muda bisa mewarisi teknik memasak ayam cincane dan menjadi duta kuliner yang membawa hidangan ini ke kancah internasional.
Pelestarian ayam cincane bukan sekadar soal makanan, tetapi juga menjaga nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Dari pemilihan ayam kampung, pemakaian rempah lokal, hingga cara memasak yang turun-temurun, semuanya mencerminkan tradisi kuliner Kalimantan Timur. Dengan pengelolaan yang tepat, ayam cincane memiliki potensi besar menjadi ikon kuliner global, sekaligus sarana memperkenalkan budaya Samarinda kepada dunia.
Masa Depan Ayam Cincane
Seiring meningkatnya permintaan dan perhatian internasional, ayam cincane memiliki peluang untuk menjadi salah satu kuliner Nusantara yang mendunia. Dukungan pemerintah, inovasi UMKM, dan antusiasme pecinta kuliner menjadi kombinasi yang menjanjikan.
Kini, ayam cincane bukan hanya makanan khas daerah, tetapi juga simbol kreativitas, inovasi, dan tradisi yang berpadu. Dari rumah makan sederhana di Sungai Kunjang hingga kemasan beku yang dikirim ke luar negeri, ayam cincane menegaskan bahwa kuliner bisa menjadi jembatan budaya dan ekonomi, sekaligus membawa nama Samarinda lebih dikenal di peta kuliner dunia.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Como vs Genoa: Laga Krusial untuk Tren Positif I Lariani
- 16 September 2025
2.
Espanyol vs Mallorca: Pertarungan Taktik dan Produktivitas Gol
- 16 September 2025
3.
Al-Ahli Saudi vs Nasaf: Comeback Dramatis Cetak Gol Akhir
- 16 September 2025
4.
Kisah Inspiratif Owen Cooper, Aktor Remaja Pemenang Emmy
- 16 September 2025
5.
Kemenangan Dramatis PSS Sleman Awali Liga 2 2025/2026
- 16 September 2025