Gas dan Beras Paling Sering Langka, Publik Resah Hadapi Fluktuasi Harga Komoditas
- Jumat, 02 Mei 2025

JAKARTA - Ketersediaan gas dan beras kembali menjadi sorotan utama masyarakat Indonesia. Survei terbaru yang dilakukan Litbang Kompas menunjukkan bahwa kedua komoditas ini dinilai paling sering mengalami kelangkaan atau kenaikan harga, memicu keresahan publik di berbagai wilayah.
Dalam survei nasional yang digelar pada 17–20 Maret 2025 terhadap 535 responden dari 38 provinsi, gas tercatat sebagai komoditas yang paling sering sulit ditemukan atau harganya melonjak tajam, dengan persentase mencapai 27,3%. Posisi selanjutnya diisi oleh beras (20,2%) dan cabai (15,8%). Temuan ini menegaskan bahwa kebutuhan dasar masyarakat, baik energi maupun pangan, masih sangat rentan terhadap gangguan pasokan dan fluktuasi harga.
“Gas merupakan kebutuhan pokok sehari-hari yang digunakan hampir di setiap rumah tangga dan sektor usaha kecil. Maka tak heran jika kelangkaan atau kenaikan harga gas menjadi isu yang sangat dirasakan oleh masyarakat,” tulis Litbang Kompas dalam laporannya.
Baca JugaDari Sampah Jadi Energi, Inovasi Hijau untuk Masa Depan Kota
Fenomena kelangkaan ini terjadi bukan tanpa sebab. Berbagai faktor global seperti perubahan iklim, ketegangan geopolitik, dan gangguan rantai pasok menjadi penyebab utama terganggunya distribusi sejumlah komoditas. Kondisi tersebut memperlihatkan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap stabilitas pasokan, yang jika terganggu, dapat langsung berdampak pada daya beli dan kesejahteraan rumah tangga.
Selain gas dan beras, minyak goreng (12,8%), telur, daging, gula, dan ikan juga dilaporkan mengalami fluktuasi harga, meskipun pada tingkat yang lebih rendah—yakni antara 1,5% hingga 3%. Namun demikian, angka kecil tersebut tetap berdampak signifikan, terutama bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Menariknya, terdapat 8,8% responden yang menyatakan tidak mengalami kelangkaan atau kenaikan harga komoditas apapun. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi dampak tidak merata, tergantung pada akses wilayah, distribusi logistik, dan daya beli masing-masing individu.
Survei ini dilakukan dengan metode wawancara telepon acak, mempertimbangkan proporsi penduduk tiap provinsi, dan memiliki margin of error sebesar 4,25% dengan tingkat kepercayaan 95%.
Di sisi lain, berdasarkan data GoodStats per 28 April 2025, harga eceran LPG dan bahan pangan juga mencerminkan tekanan yang dirasakan masyarakat. Harga tabung LPG 12 kg mencapai Rp192.000, 5,5 kg Rp110.000, dan LPG 3 kg Rp19.000.
Untuk komoditas pangan, harga daging sapi murni tercatat sebesar Rp135.898 per kg, sedangkan daging kerbau lokal mencapai Rp141.304. Cabai rawit merah menjadi salah satu yang paling mahal, yaitu Rp65.283 per kg, diikuti cabai merah keriting Rp55.866 dan cabai merah besar Rp48.820.
Harga bahan pokok lain juga terpantau tinggi, seperti bawang putih bonggol Rp43.858 per kg, bawang merah Rp42.085, serta minyak goreng kemasan Rp20.684 dan minyak curah Rp17.813 per liter. Sementara gula konsumsi dijual seharga Rp18.490 per kg.
Dengan berbagai tekanan tersebut, masyarakat berharap agar pemerintah dan pemangku kepentingan bisa memastikan stabilitas harga serta kelancaran distribusi komoditas pokok, guna menjaga daya beli dan ketahanan pangan nasional.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Lava Bold N1 5G: Smartphone Murah dengan Fitur Premium
- 16 September 2025
2.
Tips Bermain Egrang Agar Tubuh dan Mental Seimbang
- 16 September 2025
3.
Manfaat Berkuda, Olahraga Seru Tingkatkan Kesehatan Tubuh
- 16 September 2025
4.
Panahan, Olahraga Tradisi yang Latih Fokus dan Kesabaran
- 16 September 2025
5.
4 Tempat Menikmati Pempek Palembang di Kota Malang
- 16 September 2025