
JAKARTA - Belanja online kini menjadi pilihan utama banyak orang karena praktis dan cepat. Namun, di balik kemudahan tersebut, ancaman penipuan juga semakin mengintai. Salah satu teknik yang kerap digunakan pelaku adalah social engineering, yaitu manipulasi psikologis untuk mengambil keuntungan dari kelalaian korban.
Menurut National Institute of Standards and Technology (NIST), social engineering adalah cara membujuk seseorang agar mengungkapkan data pribadi atau memberikan akses tanpa izin dengan tujuan penipuan. Metode ini sangat berbahaya karena memanfaatkan kepercayaan dan kelengahan korban.
Review Produk Jadi Celah Pelaku
Baca JugaKUR BRI 2025: Syarat Pengajuan, Simulasi Angsuran, dan Cara Mengajukan
Jonathan Kriss, Brand Manager PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami), mengingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati saat beraktivitas di dunia maya. "Kita seringkali lengah dan oversharing informasi penting seperti data pribadi yang sebenarnya sangat perlu untuk dijaga kerahasiaannya," ujarnya.
Salah satu modus yang marak terjadi adalah penipuan dengan iming-iming voucher atau cashback. Pelaku memanfaatkan data pribadi korban yang diperoleh dari review produk di platform e-commerce.
Setelah mendapatkan nama dan nomor telepon, pelaku menghubungi korban dengan mengaku sebagai pihak e-commerce. Mereka menawarkan voucher dengan syarat tertentu dan mengirimkan dokumen palsu yang terlihat resmi. Selanjutnya, korban diarahkan untuk mengunduh aplikasi pinjaman online (pindar), mengisi data hingga mengajukan pinjaman, dan akhirnya diminta mentransfer dana pinjaman ke rekening pelaku dengan janji voucher atau cashback yang akan dikembalikan.
Jonathan menegaskan, "AdaKami tidak pernah meminta pengguna mengirim dana di luar pengembalian pinjaman, apalagi ke rekening tak jelas. Ini adalah perbuatan oknum tidak bertanggung jawab yang harus kita waspadai bersama."
Modus Pelanggaran Review dan Pretexting
Modus lainnya adalah pretexting, di mana pelaku menakut-nakuti korban dengan tuduhan bahwa review produk mereka melanggar aturan. Untuk menghindari "sanksi", korban diarahkan untuk berbelanja di akun e-commerce milik pelaku dengan limit buy now pay later. Jika limit habis, korban disuruh mengajukan pinjaman online dan mentransfer dana ke rekening pelaku.
Jonathan menambahkan, "Biasanya akun e-commerce ini milik pelaku dan cara ini dipakai untuk mendapatkan uang secara ilegal."
Tips Agar Tetap Aman
Untuk menghindari penipuan, Jonathan mengimbau masyarakat agar selalu waspada dan melakukan verifikasi informasi secara menyeluruh. “Ada banyak modus yang dilakukan pelaku untuk meraih keuntungan cepat. Jadi, jangan ragu untuk konfirmasi ulang atas setiap informasi atau instruksi yang diterima dari siapa pun,” pesannya.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
Cek ulang nomor yang menghubungi, gunakan aplikasi pengenal nomor asing.
Konfirmasi langsung ke kontak resmi platform terkait, seperti nomor telepon, email, atau akun media sosial.
Jika terbukti penipuan, blokir dan laporkan nomor tersebut agar tidak menjangkau korban lain.
Dengan meningkatnya aktivitas belanja online, kewaspadaan menjadi kunci utama agar terhindar dari jebakan social engineering dan modus penipuan lainnya.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
KUR BSI 2025: Jenis, Plafon, Simulasi, Syarat Pengajuan, dan Keunggulan
- Selasa, 16 September 2025
Terpopuler
1.
Lava Bold N1 5G: Smartphone Murah dengan Fitur Premium
- 16 September 2025
2.
Tips Bermain Egrang Agar Tubuh dan Mental Seimbang
- 16 September 2025
3.
Manfaat Berkuda, Olahraga Seru Tingkatkan Kesehatan Tubuh
- 16 September 2025
4.
Panahan, Olahraga Tradisi yang Latih Fokus dan Kesabaran
- 16 September 2025
5.
4 Tempat Menikmati Pempek Palembang di Kota Malang
- 16 September 2025