Kementerian ESDM Pastikan Kenaikan Royalti Minerba Tak Matikan Industri Pertambangan
- Rabu, 19 Maret 2025

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa rencana kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) tidak akan membebani industri pertambangan secara berlebihan. Kebijakan ini diklaim telah melalui kajian mendalam dengan mempertimbangkan kondisi keuangan perusahaan tambang serta dampaknya terhadap perekonomian nasional.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno, menegaskan bahwa industri pertambangan tetap memiliki peran strategis dalam mendorong akselerasi ekonomi nasional, terutama dalam mendukung program hilirisasi yang tengah digencarkan pemerintah.
"Dan sampai sekarang terkait hilirisasi, [industri pertambangan] juga diperlukan sekali untuk akselerasi ekonomi di Indonesia," ujar Tri dalam acara Mining Forum 2025 di Jakarta.
Baca Juga
Tri mengungkapkan bahwa sebelum memutuskan untuk menaikkan tarif royalti minerba, pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap laporan keuangan perusahaan tambang. Berdasarkan kajian tersebut, ia yakin industri pertambangan masih mampu bertahan meskipun ada penyesuaian tarif.
"Sebelum melakukan kebijakan, pasti melakukan evaluasi laporan keuangan perusahaan yang mana bisa optimal antara penerimaan untuk pemerintah dengan perusahaan," jelasnya.
Tarif Royalti Baru Dikhawatirkan Tekan Industri
Pemerintah saat ini tengah mengkaji penyesuaian tarif royalti minerba, terutama untuk komoditas seperti batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah. Namun, rencana ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri.
Sejumlah penambang mengaku bahwa kenaikan tarif royalti dapat menggerus margin keuntungan mereka, terutama bagi perusahaan yang menghadapi biaya produksi tinggi. Bahkan, beberapa perusahaan menyatakan kemungkinan untuk menghentikan produksi jika kebijakan ini benar-benar diterapkan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, mengungkapkan bahwa usulan revisi tarif royalti untuk bijih nikel yang meningkat dari single tariff 10% menjadi tarif progresif 14%-19% berpotensi mengurangi margin produksi secara signifikan.
"Kalau penerapan royalti 14%, ada beberapa IUP yang 'sudahlah tutup saja, daripada produksi, rugi,'" ungkap Meidy dalam konferensi pers Wacana Kenaikan Tarif Royalti Pertambangan.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan harga mineral acuan (HMA) periode kedua Maret 2025, harga patokan mineral (HPM) untuk bijih nikel berkadar 1,7% NI dengan tingkat kelembapan (moisture) 35% adalah US$30,9 per wet metric ton (wmt).
Dengan kenaikan tarif royalti menjadi 14%, maka biaya royalti yang harus dibayarkan mencapai US$4,3 per wmt. Akibatnya, margin yang tersisa hanya US$26,6 per wmt, yang dinilai lebih rendah dibandingkan dengan biaya produksi sejumlah perusahaan.
"Margin tersebut bahkan lebih kecil daripada biaya produksi sejumlah penambang," tambahnya.
Dampak terhadap Hilirisasi dan Investasi
Kenaikan tarif royalti ini juga dikhawatirkan dapat menghambat program hilirisasi yang sedang digalakkan pemerintah. Beberapa pelaku industri menilai bahwa beban tambahan dari kenaikan royalti dapat mengurangi daya saing industri pertambangan nasional, terutama di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Sementara itu, pemerintah tetap optimistis bahwa kebijakan ini tidak akan memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap investasi dan pertumbuhan industri. Kementerian ESDM menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa mengorbankan keberlanjutan sektor tambang.
Meski demikian, para pelaku industri berharap adanya kebijakan yang lebih fleksibel agar industri pertambangan tetap dapat beroperasi secara optimal. Pemerintah pun diminta untuk mempertimbangkan skema insentif atau kebijakan penyesuaian agar dampak kenaikan tarif tidak terlalu membebani perusahaan tambang.
Dengan berbagai pandangan yang berkembang, kebijakan kenaikan tarif royalti minerba ini masih menjadi perdebatan. Pemerintah diharapkan dapat mencari solusi yang seimbang antara kepentingan negara dan keberlanjutan industri pertambangan di Indonesia.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Harga Sawit Plasma Riau Periode 17–23 September 2025 Turun
- 17 September 2025
2.
Industri Hulu Migas Dorong Pertumbuhan Ekonomi Kepri 2025
- 17 September 2025
3.
Indonesia Siap Tambah Kapasitas Energi Terbarukan Hingga 2040
- 17 September 2025
4.
Pembangunan Infrastruktur 2026 Digenjot dengan Anggaran Besar
- 17 September 2025
5.
KUR Perumahan 2025 Didorong Percepat Program Sejuta Rumah
- 17 September 2025