JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah merevisi target ambisius bauran energi baru terbarukan (EBT) Indonesia. Awalnya, target ini ditetapkan untuk mencapai 23% pada tahun 2025, namun kini diundur ke tahun 2030. Perubahan ini menggarisbawahi tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menjalankan transisi energi yang berkelanjutan.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi ESDM, Eniya Listiani Dewi, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI mengungkapkan bahwa proporsi EBT dalam bauran energi nasional baru mencapai 14,68% hingga akhir tahun lalu. "Kalau tadi disebutkan target 23% di 2025, kita masih ada gap untuk mencapainya. Sesuai dengan Keputusan Energi Nasional (KEN), target EBT di RPP KEN kini menjadi 20% di tahun 2025," ungkap Eniya.
Strategi dan Tantangan ke Depan
Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang baru diperbarui, target 23% diharapkan tercapai pada 2030, dengan ambisi lebih besar mencapainya sekitar 46% pada 2045. Walaupun begitu, Eniya mengakui bahwa capaian proporsi EBT yang hanya 14,68% pada tahun lalu di bawah target 19,5% yang diharapkan menunjukkan tantangan signifikan di lapangan.
"Pemerintah berusaha mendorong pencapaian sesuai KEN, yaitu 20% dalam satu tahun ke depan, dengan target versi rendah KEN di angka 17% untuk 2025," komentar Eniya. Ini memberikan gambaran jelas tentang kompleksitas dan kebutuhan akan tindakan cepat serta efektif dalam kebijakan energi terbarukan di Indonesia.
Penambahan Kapasitas Terpasang EBT
Selain itu, Eniya menjelaskan bahwa kapasitas terpasang EBT sudah mencapai 14,68% pada akhir tahun lalu, dan pemerintah menambah instalasi sebesar 1,2 GW pada periode 2023-2024. Hal ini meningkatkan total kapasitas terpasang menjadi 14,8 GW atau 14.883 MW. Penambahan kapasitas ini terutama berasal dari pembangkit listrik tenaga air, micro hydro, PLTS, PLTP, dan pembangkit listrik tenaga bio, yang secara keseluruhan menyumbang tambahan 1,20 GW.
"Target 2025 kita asumsikan ada penambahan lagi sekitar 1,2 GW sehingga bisa mencapai 16 GW kapasitas terpasang," terangnya. Pencapaian ini menjadi tantangan yang mesti diatasi oleh pemerintah dan sektor energi agar tidak hanya memenuhi target, tetapi juga memastikan sistem yang berkelanjutan dan efisien.
Prospek Jangka Panjang Menuju 2060
Untuk jangka lebih panjang, hingga tahun 2060, pemerintah menargetkan proporsi EBT dalam energi nasional mencapai 72% di sektor ketenagalistrikan. "Target kita 5 tahun ke depan mencakup penambahan 160 GW pembangkit, di mana sekitar 180-an GW berasal dari EBT," terang Eniya. Capaian ini menunjukkan komitmen jangka panjang Indonesia dalam meningkatkan porsi energi terbarukan sekaligus mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang lebih tradisional.
Dalam upaya menuju ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan, Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang memerlukan penyelarasan kebijakan, investasi teknologi, dan penguatan infrastruktur serta sumber daya manusia yang kompeten. Penting bagi pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk berkolaborasi demi mencapai target yang ditetapkan dengan lebih efisien.
Melalui kebijakan EBT yang direvisi ini, Indonesia menunjukkan langkah adaptasi dalam pengembangan energi terbarukan di tengah dinamika global dan tantangan domestik. Diharapkan, dengan strategi dan kebijakan yang terpadu, Indonesia dapat memenuhi target ambisiusnya ini demi masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.