
JAKARTA - Pemerintah Indonesia memastikan bahwa kebijakan ekspor nikel nasional bersifat terbuka dan berlaku sama untuk semua negara, termasuk Uni Eropa. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa tidak ada perlakuan khusus atau persyaratan tambahan yang dikenakan pada mitra dagang manapun. Hal ini sekaligus mengonfirmasi posisi Indonesia yang mengedepankan prinsip "equal treatment" dalam hubungan dagang nikel global.
“Enggak ada persoalan (dengan Uni Eropa), kita buka semua, bebas. Equal treatment,” ujar Bahlil kepada wartawan di Jakarta pada Senin, 15 Juli 2025. Pernyataan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga agar kebijakan ekspor nikel tetap adil dan transparan, tanpa diskriminasi atau aturan ganda yang dapat menghambat kerja sama internasional.
Dalam konteks meningkatnya permintaan global, khususnya dari Eropa yang tengah mempercepat penggunaan baterai kendaraan listrik, sikap Indonesia ini sangat penting. Indonesia ingin memperkuat posisinya dalam rantai pasok nikel global sekaligus mempertahankan kontrol penuh terhadap regulasi dalam negeri.
Baca Juga
Hilirisasi Nikel: Strategi Ekonomi dan Kemandirian Nasional
Meski membuka ekspor nikel secara luas, pemerintah tetap menjalankan strategi hilirisasi yang bertujuan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Bahlil mengungkapkan bahwa kebijakan hilirisasi ini tidak selalu mendapat dukungan dari negara-negara maju.
“Banyak negara maju yang tidak setuju dengan peta hilirisasi kita,” ujarnya. Hal ini terjadi karena hilirisasi mengurangi ketergantungan Indonesia pada ekspor bahan mentah dan mengalihkan nilai tambah ke produk olahan dalam negeri.
Namun, hilirisasi merupakan bagian dari visi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkualitas sekaligus mencapai kemandirian energi. Bahlil menyebutkan, dari 28 komoditas strategis yang sudah dipetakan, potensi investasi di sektor hilirisasi mencapai USD 618 miliar hingga tahun 2040.
Sebelum hilirisasi, nilai ekspor nikel mentah Indonesia hanya sekitar USD 3,3 miliar per tahun. Setelah program ini berjalan, ekspor produk turunan nikel melonjak menjadi USD 35 miliar dalam periode 2023–2024. Peningkatan ini menegaskan bahwa hilirisasi membawa dampak positif besar bagi perekonomian nasional.
Tidak heran jika kemudian Uni Eropa mengajukan gugatan ke World Trade Organization (WTO) terkait kebijakan hilirisasi Indonesia. Namun, Bahlil meyakinkan bahwa Indonesia tidak perlu takut menghadapi tekanan tersebut karena negara-negara dunia kini mulai menyadari pentingnya mempertahankan kekuatan ekonomi domestik.
Lebih lanjut, Bahlil juga mengingatkan soal komitmen negara-negara maju terhadap perjanjian iklim global seperti Paris Agreement. Menurutnya, Indonesia justru konsisten menjalankan komitmen tersebut, dan pemerintah siap mempertahankan langkah ini dengan dukungan kebijakan domestik yang kuat.

Nathasya Zallianty
wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Harga Sawit Plasma Riau Periode 17–23 September 2025 Turun
- 17 September 2025
2.
Industri Hulu Migas Dorong Pertumbuhan Ekonomi Kepri 2025
- 17 September 2025
3.
Indonesia Siap Tambah Kapasitas Energi Terbarukan Hingga 2040
- 17 September 2025
4.
Pembangunan Infrastruktur 2026 Digenjot dengan Anggaran Besar
- 17 September 2025
5.
KUR Perumahan 2025 Didorong Percepat Program Sejuta Rumah
- 17 September 2025