Industri Hulu Migas Dorong Pertumbuhan Ekonomi Kepri 2025

Rabu, 17 September 2025 | 13:54:56 WIB
Industri Hulu Migas Dorong Pertumbuhan Ekonomi Kepri 2025

JAKARTA - Kepulauan Riau mencatat pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata nasional dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu penggerak utama adalah geliat sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) yang kembali bangkit sejak awal 2025.

Kebangkitan industri migas ini tidak hanya meningkatkan produksi energi, tetapi juga memberikan efek berganda (multiplier effect) bagi ekonomi lokal. Kepala Perwakilan SKK Migas Sumatera Bagian Utara, C.W. Wicaksono, menjelaskan, efek ganda terlihat dari penyerapan tenaga kerja, tumbuhnya industri penunjang, hingga kontribusi fiskal dan sosial.

Produksi Migas Meningkat dan Ekspor Rebound

Setelah sempat menurun, produksi migas di Kepri mulai pulih sejak Mei 2025. Lapangan Forel dan Terubuk resmi beroperasi dengan tambahan kapasitas sekitar 30.000 barrel oil equivalent per day (BOEPD).

Data Badan Pusat Statistik Kepri menunjukkan ekspor migas menurun pada Januari 2025 menjadi USD 295 juta, turun 19,36 persen dari Desember 2024. Namun, periode Januari–Mei 2025 mencatat rebound dengan total ekspor mencapai USD 1,75 miliar, didorong kenaikan signifikan pada Mei sebesar USD 372,9 juta (naik 38,77 persen dibanding Mei 2024).

Peresmian produksi perdana Lapangan Forel dan Terubuk dilakukan Presiden Prabowo Subianto pada 16 Mei 2025 secara hybrid dari Istana Merdeka, Jakarta, dan lokasi proyek di Kepulauan Natuna. Presiden menyebut momen ini sebagai tonggak sejarah bagi sektor energi nasional.

Kemandirian Energi dan Peningkatan TKDN

Prabowo menekankan bahwa produksi perdana dari dua lapangan tersebut menjadi langkah penting menuju swasembada energi. Menurutnya, kemandirian energi sama pentingnya dengan swasembada pangan karena dapat menghemat triliunan rupiah yang biasanya mengalir ke luar negeri.

Presiden juga mengapresiasi kerja seluruh pihak, mulai dari Kementerian ESDM, SKK Migas, hingga Medco Energi. Tingginya penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam proyek ini mendekati 100 persen, menunjukkan kemampuan teknologi migas anak bangsa.

Proyek ini membentang di Wilayah Kerja South Natuna Sea Block B dengan 16 platform lepas pantai, tiga lapangan bawah laut, serta dua Floating Production Storage and Offloading (FPSO), Marlin Natuna dan Belanak. FPSO Marlin Natuna merupakan hasil konversi kapal tanker sepenuhnya di dalam negeri oleh PT Dok Warisan Pertama di Batam.

Dampak Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja

Proyek hulu migas ini menyerap lebih dari 2.300 pekerja, mayoritas di galangan kapal Batam, dengan 1.386 orang berasal dari Batam sendiri. Di Anambas, tenaga kerja lokal menempati posisi operator dan foreman.

Kehadiran proyek ini meningkatkan daya beli rumah tangga lokal dan mendorong aktivitas ekonomi sekitar. Warung, penginapan, jasa transportasi, hingga usaha kecil yang melayani kebutuhan proyek turut merasakan manfaat.

Selain lapangan kerja, program Corporate Social Responsibility (CSR) memperkuat dampak sosial. SKK Migas, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), dan pemerintah daerah melaksanakan beasiswa, pelatihan nelayan, pemberdayaan perempuan, serta dukungan sarana pendidikan dan kesehatan.

Di Anambas, forum Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP) memastikan program CSR tidak tumpang tindih dan sesuai kebutuhan masyarakat. Bantuan kapal ramah lingkungan, fasilitas sekolah, peralatan kesehatan, serta pelatihan wirausaha menjadi contoh nyata.

Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, menekankan pentingnya memasukkan pendidikan migas ke agenda CSR agar generasi muda lokal siap menghadapi kebutuhan industri strategis.

Kontribusi Fiskal dan Participating Interest

Manfaat ekonomi juga datang dari sisi fiskal. Kabupaten Natuna menerima lebih dari Rp185 miliar Dana Bagi Hasil (DBH) pada 2025, dengan Rp84 miliar bersumber dari migas. Dana ini digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan.

Kepri juga memiliki Participating Interest (PI) 10 persen di Blok Northwest Natuna, sehingga daerah memperoleh keuntungan langsung dari eksploitasi sumber daya, tidak hanya mengandalkan transfer dari pusat.

Batam menjadi pusat industri penunjang migas, mulai dari fabrikasi fasilitas produksi lepas pantai hingga konversi kapal tanker menjadi FPSO. Kota ini juga menjadi lokasi pabrik pipa seamless pertama di Indonesia, memproduksi 30.000 ton per tahun dengan target peningkatan menjadi 70.000 ton pada akhir 2025.

Multiplier Effect yang Berlapis

Wicaksono menegaskan bahwa multiplier effect industri hulu migas di Kepri berlangsung di berbagai lapisan. Pada level makro, industri migas menjaga pertumbuhan ekonomi provinsi di atas rata-rata nasional. Pada level fiskal, dana bagi hasil dan PI memperkuat keuangan daerah.

Di level sosial, program pemberdayaan masyarakat meningkatkan kapasitas lokal. Sedangkan di level industri, keberadaan migas memperkuat ekosistem fabrikasi dan manufaktur di Batam. “Semua lapisan ini saling terkait dan menciptakan lingkaran manfaat yang semakin luas,” ujar Wicaksono.

Dengan beroperasinya proyek-proyek baru, multiplier effect di Kepri diproyeksikan semakin besar. Natuna dan Anambas kini tidak hanya wilayah terluar, tetapi garda depan pertumbuhan ekonomi berbasis energi.

Sektor hulu migas di Kepri telah membuktikan kontribusinya tidak hanya pada produksi energi nasional, tetapi juga peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penguatan daya saing industri dalam negeri.

Terkini

Menginap di Langit Dubai, Sensasi Hotel Tertinggi Dunia

Rabu, 17 September 2025 | 15:52:51 WIB

Promo Diskon 50 Persen Listrik PLN Bulan September

Rabu, 17 September 2025 | 15:52:49 WIB

Jadwal Lengkap Kapal Pelni KM Leuser Akhir September

Rabu, 17 September 2025 | 15:52:48 WIB

Nikmati Diskon 20 Persen Tiket KAI Travel Fair

Rabu, 17 September 2025 | 15:52:47 WIB